Pengadilan di Moskow menghukum dua tahun penjara kepada tiga
anggota band Pussy Riot setelah dinyatakan bersalah telah melakukan
"kerusuhan" dan memicu kebencian agama.
Ketiga artis muda itu tanggal 21 Februari lalu, di gereja terpenting di
ibukota Moskow menggelar “Doa Punk” menentang kembalinya Vladimir Putin
yang kala itu menjabat perdana menteri, untuk memegang jabatan
presiden. Mereka juga memprotes hubungan erat antara negara dan gereja
di Rusia. Katedral Kristus Juru Selamat di Moskow itu dikenal sebagai
jantung aktivitas Kristen Ortodoks Rusia. Pembela menyebut proses itu
bermotifkan politik.
"Usir Putin“
Terutama yang menarik perhatian adalah video aksi protes yang diposting
di internet, dengan lagu yang dialih suara menjadi "Santa Maria,
perawan suci, usirlah Putin.“ Putin sendiri setelah terpilih sebagai
presiden secara terbuka mengatakan kemarahan atas tampilan aksi protes
tersebut. "Saya harap, itu tidak akan pernah terulang kembali,“ kata
Putin 7 Maret lalu.
Pengacara ketiga terdakwa Jumat (17/08) meminta fans ketiga artis itu
untuk mendukungnya di depan gedung pengadilan. Tapi mereka tidak boleh
tampak memakai topeng, membawa bendera dan tampil secara transparan,
untuk tidak ditangkap atas tuduhan berhimpun secara illegal. Demikian
kata pengacara Mark Fejgin kepada harian “Nowyje Iswestija”. Sementara
polisi memblokir bangunan pengadilan di dekat sungai Moskwa. Jeruji besi
sudah sejak Jumat (17/08) pagi memblokir jalan masuk menuju pengadilan.
Di Mana Kebebasan Pendapat?
Di luar negeri, proses pengadilan terhadap Maria Aljochina, Yekaterina
Samuzewitsch dan Nadeshda Tolokonnikova mendapat kritik hebat. Menteri
Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle meminta Rusia, memperhatikan
kebebasan seni. Juga di Moskow ada ungkapan solidaritas bagi ketiga
musisi. Di seluruh dunia juga bintang musik seperti Madonna, Sting dan
Paul McCartney menuntut “kebebasan bagi Pussy Riot.”
Sesaat sebelum pembacaan keputusan pengadilan, pemerintah Jerman
menyampaikan kritik atas sikap Rusia terhadap kebebasan berpendapat.
Sikap terhadap para musisi dan tahanan pemeriksaan yang berkepanjangan
benar-benar tidak pada tempatnya. Demikian dikatakan pejabat urusan hak
asasi manusia Markus Löning kepada radio Deutschlandfunk. Aksi protes
band itu di Katedral paling banter pelanggaran ketertiban. Pemerintah
Rusia kurang memiliki pengertian untuk seni dan kebebasan pendapat.
Kritik politisi partai liberal demokrat Jerman Löning.
Pelajaran bagi Kritisi?
Rincian yang menarik: Proses itu digelar di bangunan pengadilan yang
sama, di mana pengusaha dan kritisi Putin Michail Chodorkovski tahun
2010 dinyatakan bersalah mencuri minyaknya sendiri.
Chodorkovski, mantan direktur perusahaan minyak Yukos, yang sedang
dipenjara itu menuduh Putin melakukan pengejaran politis terhadap musisi
band Pussy Riot. „Tujuannya adalah memberi pelajaran kepada kritisi
rezim.“ Dikatakan Chodorkovski kepada harian Jerman 'Süddeutsche
Zeitung', yang menurut keterangan harian tersebut melakukan wawancara
selama berbulan-bulan dengan tokoh oposisi tersebut.
Sementara itu organisasi Hak Asasi Manusia Amnesty International
mengakui para musisi perempuan itu sebagai tahanan politik. Di Rusia
selain ketiga perempuan anggota band Pussy Riot, mantan manajer
perusahaan minyak Michail Chodorkovski serta mantan mitra bisnisnya
Platon Lebedev juga mendapat status tahanan politik oleh Amnesty
International. (DK/CS) (EPD/ DPA/KNA/AFP)
Sumber: www.dw.de
Sumber: www.dw.de
0 komentar:
Posting Komentar